Jumat, 06 Oktober 2017

Peran Geospasial Dalam Mendorong Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional



“Jika dirawat dengan baik, tikar purun ini dapat bertahan hingga satu dasawarsa. Untuk membuat tikar besar dibutuhkan tiga ikat purun, dengan harga per ikat sebesar Rp 10.000. Setelah ditumbuk dan dianyam, tikar dijual seharga Rp 50.000. Di sini upah menganyam dianggap sebagai keuntungan. Sebagai pekerjaan sampingan di waktu luang, rerata keuntungan sebesar 15 hingga 20 ribu rupiah per produk tidak begitu dipermasalahkan”, begitu kira-kira informasi yang saya dapat usai berdialog dengan puluhan pengrajin purun yang tergabung dalam Kelompok Karang Lansia Sejahtera di Banjarmasin, Jum’at, 21 Juli 2017.

“Kalau tikar berwarna harganya berapa, Nek?”, tanya saya lebih lanjut.

“Sama saja, Nak”, jawabnya pelan.


Pengrajin Purun di Banjarmasin (Retno Septyorini, 2017)


Karena masih membidik segmen lokal, kalau dijual dengan harga yang lebih mahal akan kalah bersaing dengan pengrajin lain yang tidak perlu membeli bahan baku. Padahal jika mau berinovasi, bukan tidak mungkin produk purun buatan nenek-nekek Banjar yang dianyam begitu rapi dan kuat ini mampu menembus segmentasi pasar premium yang lebih luas dan terarah. Di sinilah peran kreativitas mutlak diperlukan.

 

Cerita NOLNIL Template by Ipietoon Cute Blog Design

Blogger Templates